BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hingga
saat ini sudah banyak program-program pembangunan kesehatan di Indonesia yang
ditujukan pada penanggulangan masalah-masalah kesehatan ibu dan anak. Pada
dasarnya program-program tersebut lebih menitik beratkan pada upaya-upaya
penurunan angka kematian bayi dan anak, angka kelahiran kasar dan angka
kematian ibu. Hal ini terbukti dari hasil-hasil survei yang menunjukkan
penurunan angka kematian bayi dan anak, angka kelahiran kasar. Namun tidak
demikian halnya dengan angka kematian ibu (MMR) yang selama dua dekade ini
tidak menunjukkan penurunan yang berarti. SKRT 1994 menunjukkan hahwa MMR
sebesar 400 – 450 per 100.000 persalinan.
Selain
angka kematian, masalah kesehatan ibu dan anak juga menyangkut angka kesakitan
atau morbiditas. Penyakit-penyakit tertentu seperti ISP A, diare dan tetanus
yang sering diderita oleh bayi dan anak acap kali berakhir dengan kematian.
Demikian pula dengan peryakit-penyakit yang diderita oleh ibu hamil seperti
anemia, hipertensi, hepatitis dan lain-lain dapat membawa resiko kematian
ketika akan, sedang atau setelah persalinan.
Baik masalah kematian maupun
kesakitan pada ibu dan anak sesungguhnya tidak terlepas dari faktor-faktor
sosial budaya dan lingkungan di dalam masyarakat dimana mereka berada. Disadari
atau tidak, faktor-faktor kepercayaan dan pengetahuan budaya seperti
konsepsi-konsepsi mengenai berbagai pantangan, hubungan sebab- akibat antara
makanan dan kondisi sehat-sakit, kebiasaan dan ketidaktahuan, seringkali
membawa dampak baik positif maupun negatif terhadap kesehatan ibu dan anak.
Pola makan, misalnya, pacta dasarnya adalah merupakan salah satu selera manusia
dimana peran kebudayaan cukup besar. Hal ini terlihat bahwa setiap daerah
mempunyai pola makan tertentu, termasuk pola makan ibu hamil dan anak yang disertai
dengan kepercayaan akan pantangan, tabu, dan anjuran terhadap beberapa makanan
tertentu.
B.
Tujuan
Adapun tujuan pembuatan makalah ini
adalah untuk mengetahui:
1. Faktor-faktor
yang mempengaruhi kesehatan Ibu dan anak.
2. Faktor yang mempengaruhi tumbuh kembang anak.
3.
Program dan kebijakan
pemerintah tentang kesehatan Ibu dan anak di Indonesia.
5. Kesehatan
wanita dan anak.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Ibu dan Anak
1.
Makanan, penyakit dan
kesehatan anak.
Salah
satu faktor yang secara langsung dapat mempengaruhi kondisi kesehatan bayi
adalah makanan yang diberikan. Dalam setiap masyarakat ada aturan-aturan yang
menentukan kuantitas, kualitas dan jenis-jenis makanan yang seharusnya dan
tidak seharusnya dikonsumsi oleh anggota-anggota suatu rumah tangga, sesuai
dengan kedudukan, usia, jenis kelamin dan situasi-situasi tertentu. Misalnya,
ibu yang sedang hamil tidak diperbolehkan atau dianjurkan untuk mengkonsumsi
makanan tertentu; ayah yang bekerja sebagai pencari nafkah berhak mendapat
jumlah makanan yang lebih banyak dan bagian yang lebih baik daripada anggota
keluarga yang lain; atau anak laki-laki diberi makan lebih dulu daripada anak
perempuan. Walaupun pola makan ini sudah menjadi tradisi ataupun kebiasaan,
namun yang paling berperan mengatur menu setiap hari dan mendistribusikan
makanan kepada keluarga adalah ibu; dengan kata lain ibu mempunyai peran
sebagai gate- keeper dari keluarga.
Pada
beberapa masyarakat tradisional di Indonesia kita bisa melihat konsepsi budaya
yang terwujud dalam perilaku berkaitan dengan pola pemberian makan pada bayi
yang berbeda, dengan konsepsi kesehatan modern. Sebagai contoh, pemberian ASI
menurut konsep kesehatan moderen ataupun medis dianjurkan selama 2 (dua) tahun
dan pemberian makanan tambahan berupa makanan padat sebaiknya dimulai sesudah
bayi berumur 4 tahun. Namun, pada suku Sasak di Lombok, ibu yang baru bersalin
selain memberikan nasi pakpak (nasi yang telah dikunyah oleh ibunya lebih
dahulu) kepada bayinya agar bayinya tumbuh sehat dan kuat. Mereka percaya bahwa
apa yang keluar dari mulut ibu merupakan yang terbaik untuk bayi. Sementara
pada masyarakat Kerinci di Sumatera Barat, pada usia sebulan bayi sudah diberi
bubur tepung, bubur nasi nasi, pisang dan lain-lain. Ada pula kebiasaan memberi
roti, pisang, nasi yangsudah dilumatkan ataupun madu, teh manis kepada bayi
baru lahir sebelum ASI keluar. Demikian pula halnya dengan pembuangan colostrum
(ASI yang pertama kali keluar). Di beberapa masyarakat tradisional, colostrum
ini dianggap sebagai susu yang sudah rusak dan tak baik diberikan pada bayi
karena warnanya yang kekuning-kuningan. Selain itu, ada yang menganggap bahwa
colostrum dapat menyebabkan diare, muntah dan masuk angin pada bayi. Sementara,
colostrum sangat berperan dalam menambah daya kekebalan tubuh bayi.
Walaupun
pada masyarakat tradisional pemberian ASI bukan merupakan permasalahan yang
besar karena pada umumnya ibu memberikan bayinya ASI, namun yang menjadi
permasalahan adalah pola pemberian ASI yang tidak sesuai dengan konsep medis
sehingga menimbulkan dampak negatif pada kesehatan dan pertumbuhan bayi.
Disamping pola pemberian yang salah, kualitas ASI juga kurang. Hal ini
disebabkan banyaknya pantangan terhadap makanan yang dikonsumsi si ibu baik pada
saat hamil maupun sesudah melahirkan. Sebagai contoh, pada masyarakat Kerinci
ibu yang sedang menyusui pantang untuk mengkonsumsi bayam, ikan laut atau sayur
nangka. Di beberapa daerah ada yang memantangkan ibu yang menyusui untuk
memakan telur.
Adanya pantangan makanan ini merupakan gejala yang hampir
universal berkaitan dengan konsepsi "panas-dingin" yang dapat
mempengaruhi keseimbangan unsur-unsur dalam tubuh manusia -tanah, udara, api
dan air. Apabila unsur-unsur di dalam tubuh terlalu panas atau terlau dingin
maka akan menimbulkan penyakit. Untuk mengembalikan keseimbangan unsur-unsur
tersebut maka seseorang harus mengkonsumsi makanan atau menjalani pengobatan
yang bersifat lebih "dingin" atau sebaliknya. Pada, beberapa suku
bangsa, ibu yang sedang menyusui kondisi tubuhnya dipandang dalam keadaan
"dingin" sehingga ia harus memakan makanan yang "panas" dan
menghindari makanan yang "dingin". Hal sebaliknya harus dilakukan
oleh ibu yang sedang hamil (Reddy, 1990).
Menurut
Foster dan Anderson (1978: 37), masalah kesehatan selalu berkaitan dengan dua
hal yaitu sistem teori penyakit dan sistem perawatan penyakit. Sistem teori
penyakit lebih menekankan pada penyebab sakit, teknik-teknik pengobatan
pengobatan penyakit. Sementara, sistem perawatan penyakit merupakan suatu
institusi sosial yang melibatkan interaksi beberapa orang, paling tidak
interaksi antar pasien dengan si penyembuh, apakah itu dokter atau dukun.
Persepsi terhadap penyebab penyakit akan menentukan cara pengobatannya.
Penyebab penyakit dapat
dikategorikan
ke dalam dua golongan yaitu personalistik dan naturalistik. Penyakit- penyakit
yang dianggap timbul karena adanya intervensi dari agen tertentu seperti
perbuatan orang, hantu, mahluk halus dan lain-lain termasuk dalam golongan
personalistik. Sementara yang termasuk dalam golongan naturalistik adalah
penyakit- penyakit yang disebabkan oleh kondisi alam seperti cuaca, makanan,
debu dan lain-lain.
Dari
sudut pandang sistem medis moderen adanya persepsi masyarakat yang berbeda
terhadap penyakit seringkali menimbulkan permasalahan. Sebagai contoh ada
masyarakat pada beberapa daerah beranggapan bahwa bayi yang mengalami kejang-
kejang disebabkan karena kemasukan roh halus, dan hanya dukun yang dapat
menyembuhkannya. Padahal kejang-kejang tadi mungkin disebabkan oleh demam yang
tinggi, atau adanya radang otak yang bila tidak disembuhkan dengan cara yang
tepat dapat menimbulkan kematian. Kepercayaan-kepercayaan lain terhadap demam
dan diare pada bayi adalah karena bayi tersebut bertambah kepandaiannya seperti
sudah mau jalan. Ada pula yang menganggap bahwa diare yang sering diderita oleh
bayi dan anak-anak disebabkan karena pengaruh udara, yang sering dikenal dengan
istilah "masuk angin". Karena persepsi terhadap penyebab penyakit
berbeda-beda, maka pengobatannyapun berbeda-beda. Misalnya, di suatu daerah
dianggap bahwa diare ini disebabkan karena "masuk angin" yang
dipersepsikan sebagai "mendinginnya" badan anak maka perlu diobati
dengan bawang merah karena dapat memanaskan badan si anak.
Sesungguhnya
pola pemberian makanan pada anak, etiologi penyakit dan tindakan kuratif
penyakit merupakan bagian dari sistem perawaatan kesehatan umum dalam
masyarakat (Klienman, 1980). Dikatakan bahwa dalam sistem perawatan kesehatan
ini terdapat unsur-unsur pengetahuan dari sistem medis tradisional dan moderen.
Hal ini terlihat bila ada anak yang menderita sakit, maka si ibu atau anggota
keluarga lain akan melakukan pengobatan sendiri (self treatment) terlebih
dahulu, apakah itu dengan menggunakan obat tradisional ataupun obat moderen.
Tindakan pemberian obat ini merupakan tindakan pertama yang paling sering
dilakukan dalam upaya mengobati penykit dan merupakan satu tahap dari perilaku
mencari penyembuhan atau kesehatan yang dikenal sebagai "health seeking
behavior". Jika upaya ini tidak berhasil, barulah dicari upaya lain
misalnya membawa ke petugas kesehatan seperti dokter, mantri dan lain-lain.
2. Kehamilan,
persalinan dan kematian ibu.
Permasalahan
utama yang saat ini masih dihadapi berkaitan dengan kesehatan ibu di Indonesia
adalah masih tingginya angka kematian ibu yang berhubungan dengan persalinan.
Menghadapi masalah ini maka pada bulan Mei 1988 dicanangkan program Safe
Motherhood yang mempunyai prioritas pada peningkatan pelayanan kesehatan wanita
terutama paada masa kehamilan, persalinan dan pasca persalinan.
Perawatan
kehamilan merupakan salah satu faktor yang amat perlu diperhatikan untuk
mencegah terjadinya komplikasi dan kematian ketika persalinan, disamping itu
juga untuk menjaga pertumbuhan dan kesehatan janin. Memahami perilaku perawatan
kehamilan (ante natal care) adalah penting untuk mengetahui dampak kesehatan
bayi dan si ibu sendiri. Pacta berbagai kalangan masyarakat di Indonesia, masih
banyak ibu-ibu yang menganggap kehamilan sebagai hal yang biasa, alamiah dan
kodrati. Mereka merasa tidak perlu memeriksakan dirinya secara rutin ke bidan
ataupun dokter.
Masih
banyaknya ibu-ibu yang kurang menyadari pentingnya pemeriksaan kehamilan
menyebabkan tidak terdeteksinya faktor-faktor resiko tinggi yang mungkin
dialami oleh mereka. Resiko ini baru diketahui pada saat persalinan yang sering
kali karena kasusnya sudah terlambat dapat membawa akibat fatal yaitu kematian.
Hal ini kemungkinan disebabkan oleh rendahnya tingkat pendidikan dan kurangnya
informasi. Pada penelitian yang dilakukan yang dilakukan di RS Hasan Sadikin,
Bandung, dan 132 ibu yang meninggal, 69 diantaranya tidak pernah memeriksakan
kehamilannya atau baru datang pertama kali pada kehamilan 7 -9 bulan (Wibowo,
1993). Selain dari kurangnya pengetahuan akan pentingnya perawatan kehamilan,
permasalahan-permasalahan pada kehamilan dan persalinan
dipengaruhi
juga oleh faktor nikah pada usia muda yang masih banyak dijumpai di daerah
pedesaan. Disamping itu, dengan masih adanya preferensi terhadap jenis kelamin
anak khususnya pada beberapa suku, yang menyebabkan istri mengalami kehamilan
yang berturut-turut dalam jangka waktu yang relatif pendek, menyebabkan ibu
mempunyai resiko tinggi pacta saat melahirkan.
Permasalahan lain yang cukup besar pengaruhnya pada
kehamilan adalah masalah gizi. Hal ini disebabkan karena adanya
kepercayaan-kepercayaan dan pantangan- pantangan terhadap beberapa makanan.
Sementara, kegiatan mereka sehari-hari tidak berkurang ditambah lagi dengan
pantangan-pantangan terhadap beberapa makanan yang sebenamya sangat dibutuhkan
oleh wanita hamil tentunya akan berdampak negatif terhadap kesehatan ibu dan
janin. Tidak heran kalau anemia dan kurang gizi pada wanita hamil cukup tinggi
terutama di daerah pedesaan. Dari data SKRT 1986 terlihat bahwa prevalensi
anemia pada wanita hamil di Indonesia sebesar 73,7%, dan angka menurun dengan
adanya program-program perbaikan gizi menjadi 33% pada tahun 1995. Dikatakan
pula bahwa penyebab utama dari tingginya angka anemia pada wanita hamil disebabkan
karena kurangnya zat gizi yang dibutuhkan untuk pembentukan darah.
Di
Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan telur karena akan
mempersulit persalinan dan pantang makan daging karena akan menyebabkan
perdarahan yang banyak. Sementara di salah satu daerah di Jawa Barat, ibu yang
kehamilannya memasuki 8-9 bulan sengaja harus mengurangi makannya agar bayi
yang dikandungnya kecil dan mudah dilahirkan. Di masyarakat Betawi berlaku
pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena dapat
menyebabkan ASI menjadi asin. Contoh lain di daerah Subang, ibu hamil pantang
makan dengan menggunakan piring yang besar karena khawatir bayinya akan besar
sehingga akan mempersulit persalinan. Dan memang, selain ibunya kurang gizi,
berat badan bayi yang dilahirkan juga rendah. Tentunya hal ini sangat
mempengaruhi daya tahan dan kesehatan si bayi. Selain itu, larangan untuk
memakan buah-buahan seperti pisang, nenas, ketimun dan lain-lain bagi wanita
hamil juga masih dianut oleh beberapa kalangan masyarakat terutama masyarakat
di daerah pedesaan. (Wibowo, 1993).
Memasuki
masa persalinan merupakan suatu periode yang kritis bagi para ibu hamil karena
segala kemungkinan dapat terjadi sebelum berakhir dengan selamat atau dengan
kematian. Sejumlah faktor memandirikan peranan dalam proses ini, mulai dari ada
tidaknya faktor resiko kesehatan ibu, pemilihan penolong persalinan,
keterjangkauan dan ketersediaan pelayanan kesehatan, kemampuan penolong
persalinan sampai sikap keluarga dalam menghadapi keadaan gawat.
Di
daerah pedesaan, kebanyakan ibu hamil masih mempercayai dukun beranak untuk
menolong persalinan yang biasanya dilakukan di rumah. Data Survei Kesehatan
Rumah Tangga tahun 1992 rnenunjukkan bahwa 65% persalinan ditolong oleh dukun
beranak. Beberapa penelitian yang pernah dilakukan mengungkapkan bahwa masih
terdapat praktek-praktek persalinan oleh dukun yang dapat membahayakan si ibu.
Penelitian Iskandar dkk (1996) menunjukkan beberapa tindakan/praktek yang
membawa resiko infeksi seperti "ngolesi" (membasahi vagina dengan
rninyak kelapa untuk memperlancar persalinan), "kodok" (memasukkan
tangan ke dalam vagina dan uterus untuk rnengeluarkan placenta) atau
"nyanda" (setelah persalinan, ibu duduk dengan posisi bersandar dan
kaki diluruskan ke depan selama berjam-jam yang dapat menyebabkan perdarahan
dan pembengkakan).
Pemilihan
dukun beranak sebagai penolong persalinan pada dasarnya disebabkan karena
beberapa alasan antara lain dikenal secara dekat, biaya murah, mengerti dan
dapat membantu dalam upacara adat yang berkaitan dengan kelahiran anak serta
merawat ibu dan bayi sampai 40 hari. Disamping itu juga masih adanya
keterbatasan jangkauan pelayanan kesehatan yang ada. Walaupun sudah banyak
dukun beranak yang dilatih, namun praktek-praktek tradisional tertentu rnasih
dilakukan.
lnteraksi
antara kondisi kesehatan ibu hamil dengan kemampuan penolong persalinan sangat
menentukan hasil persalinan yaitu kematian atau bertahan hidup. Secara medis, .
penyebab klasik kematian ibu akibat melahirkan adalah perdarahan, infeksi dan
eklamsia (keracunan kehamilan). Kondisi-kondisi tersebut bila tidak ditangani
secara tepat dan profesional dapat berakibat fatal bagi ibu dalam proses
persalinan. Namun, kefatalan ini sering terjadi tidak hanya karena penanganan
yang kurang baik tepat tetapi juga karena ada faktor keterlambatan pengambilan
keputusan dalam keluarga. Umumnya, terutama di daerah pedesaan, keputusan
terhadap perawatan medis apa yang akan dipilih harus dengan persetujuan kerabat
yang lebih tua; atau keputusan berada di tangan suami yang seringkali menjadi
panik melihat keadaan krisis yang terjadi.
Kepanikan
dan ketidaktahuan akan gejala-gejala tertentu saat persalinan dapat menghambat
tindakan yang seharusnya dilakukan dengan cepat. Tidak jarang pula
nasehat-nasehat yang diberikan oleh teman atau tetangga mempengaruhi keputusan
yang diambil. Keadaan ini seringkali pula diperberat oleh faktor geografis,
dimana jarak rumah si ibu dengan tempat pelayanan kesehatan cukup jauh, tidak
tersedianya transportasi, atau oleh faktor kendala ekonomi dimana ada anggapan
bahwa membawa si ibu ke rumah sakit akan memakan biaya yang mahal. Selain dari
faktor keterlambatan dalam pengambilan keputusan, faktor geografis dan kendala
ekonomi, keterlambatan mencari pertolongan disebabkan juga oleh adanya suatu
keyakinan dan sikap pasrah dari masyarakat bahwa segala sesuatu yang terjadi
merupakan takdir yang tak dapat dihindarkan.
Selain
pada masa hamil, pantangan-pantangan atau anjuran masih diberlakukan juga pada
masa pasca persalinan. Pantangan ataupun anjuraan ini biasanya berkaitan dengan
proses pemulihan kondisi fisik misalnya, ada makanan tertentu yang sebaiknya
dikonsumsi untuk memperbanyak produksi ASI; ada pula makanan tertentu yang
dilarang karena dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi. Secara tradisional,
ada praktek-praktek yang dilakukan oleh dukun beranak untuk mengembalikan
kondisi fisik dan kesehatan si ibu. Misalnya mengurut perut yang bertujuan
untuk mengembalikan rahim ke posisi semula; memasukkan ramuan-ramuan seperti
daun-daunan kedalam vagina dengan maksud untuk membersihkan darah dan cairan
yang keluar karena proses persalinan; atau memberi jamu tertentu untuk
memperkuat tubuh (Iskandar et al., 1996).
3.
lmplikasi terhadap
kebijakan pembangunan KIA.
Uraian
sebelumnya telah memperlihatkan bahwa dalam upaya meningkatkan derajat kesehatan
ibu dan anak melalui program-program pembangunan kesehatan perlu memperhatikan
aspek-aspek sosial-budaya masyarakat. Menempatkan petugas kesehatan dan
membangun fasilitas kesehatan semata tidaklah cukup untuk mengatasi
masalah-masalah KIA di suatu daerah. Seperti diketahui ternyata
perilaku-perilaku kesehatan di masyarakat baik yang menguntungkan atau
merugikan kesehatan banyak sekali dipengaruhi oleh faktor sosial budaya.
Pada
dasarnya, peran kebudayaan terhadap kesehatan masyarakat adalah dalam membentuk,
mengatur dan mempengaruhi tindakan atau kegiatan individu-individu suatu
kelompok sosial untuk memenuhi berbagai kebutuhan kesehatan. Memang tidak semua
praktek/perilaku masyaiakat yang pada awalnya bertujuan untuk menjaga kesehatan
dirinya adalah merupakan praktek yang sesuai dengan ketentuan medis/kesehatan.
Apalagi kalau persepsi tentang kesehatan ataupun penyebab sakit sudah berbeda
sekali dengan konsep medis, tentunya upaya mengatasinya juga berbeda
disesuaikan dengan keyakinan ataupun kepercayaan-kepercayaan yang sudah dianut
secara turun-temurun sehingga lebih banyak menimbulkan dampak-dampak yang
merugikan bagi kesehatan. Dan untuk merubah perilaku ini sangat membutuhkan
waktu dan cara yang strategis. Dengan alasan ini pula dalam hal penempatan
petugas kesehatan dimana selain memberi pelayanan kesehatan pada masyarakat
juga berfungsi sebagai agen perubah (change agent) maka pengetahuan dan
kemampuan berkomunikasi dari petugas kesehatan sangat diperlukan disamping
kemampuan dan ketrampilan memberi pelayanan kesehatan.
Mengingat
bahwa dari indikator-indikator yang ada menunjukkan derajat kesehatan ibu dan
anak masih perlu diingkatkan, maka dalam upaya perbaikannya perlu
pendekatan-pendekatan yang dilakukan secara holistik dan integratif yang tidak
hanya terbatas pada bidang kesehatan secara medis saja tetapi juga ekonomi,
pendidikan, sosial dan budaya. Dalam hal melakukan upaya-upaya perbaikan perlu
disadari bahwa hubungan ibu dan anak sangat erat dimana kondisi kesehatan ibu
akan dapat secara langsung mempengaruhi kondisi kesehatan anaknya, baik mulai
dari kandungan maupun setelah persalinan. Oleh karena itu, penting sekali
menempatkan konteks reproduksi dalam program KIA sehingga diharapkan kondisi
kesehatan seseorang benar-benar dapat terpelihara sesuai dengan konsep medis
yang tepat sejak ia berada dalam kandungan, masa kanak-kanak, masa remaja
hingga dewasa.
B. Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak
Setiap orang tua pasti
menginginkan anaknya berkembang dengan optimal dan sehat.
Oleh karena itu orang tua perlu tahu, apa-apa saja yang berpengaruh terhadap perkembangan anak. Dengan begitu nantinya
dalam proses pembimbingan bisa lebih optimal.
Ada empat faktor yang berpengaruh
terhadap perkembangan anak.
1. Lingkungan
Lingkungan yang penuh kasih sayang dan
fasilitas yang cukup dalam membentuk rangsangan, membuat pengaruh yang besar
terhadap peningkatan taraf kecerdasan si anak.
Stimulasi lingkungan yang baik akan menyebabkan penambahan ketebalan korteks
(lapisan otak), penambahan jumlah sinaps (penghubung) per neuron (sel
saraf) dan penambahan pembuluh kapiler di otak.
2.
Kematangan
Perkembangan susunan saraf yang matang
akan menjadikan fungsi-fungsi organ tubuh sempurna.
Misalnya fungsi indera menjadi lebih sempurna. Hal tersebut dapat membantu anak
dalam mengembangkan kemampuannya saat menerima stimulasi.
3.
Pengaruh Sosial
Hubungan timbal balik antara anak dengan
lingkungan sosial, seperti pengasuhan dan pendidikan akan mempengaruhi
perkembangan kognitif anak. Pengasuhan yang hangat dan penuh kasih sayang mampu
meningkatkan perkembangan anak.
4.
Nutrisi
Nutrisi
memberikan pengaruh yang besar terhadap perkembangan anak secara keseluruhan,
baik fisik maupun otak.
Pemberian nutrisi yang mencukupi kebutuhan dan menerapkan pola gizi seimbang
hendaknya diberikan sejak janin dalam kandungan. Ada teori yang menyatakan tentang
periode pacu tumbuh otak (brain growth spurt), yakni ketika usia kehamilan
ibu memasuki trimester tiga dan setelah bayi lahir hingga berusia
2 tahun.
C. Program dan kebijakan
pemerintah tentang Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia
Untuk
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat Indonesia, Departemen Kesehatan pada
periode 2005-2009 memprioritaskan pelayanan kesehatan ibu dan anak sebagai
urutan pertama dalam pembangunan kesehatan. Prioritas berikutnya adalah
pelayanan kesehatan bagi masyarakat miskin, pendayagunaan tenaga kesehatn,
penanggulangan penyakit menular, gizi buruk dan krisis kesehatan akibat bencana
serta peningkatan pelayanan kesehatan daerah terpencil, tertinggal, daerah
perbatasan dan pulau-pulau terluar.
Visi dan Misi
Departemen Kesehatan yaitu meningkatnya akses masyarakat terhadap pelayanan
kesehatan yang berkualitas, maka untuk mencapai upaya tersebut adalah :
1. Pelayanan Kesehatan Dasar yang
terdiri dari
a. Pelayanan Kesehatan ibu dan anak :
Kebijakan
tentang KIA secara khusus berhubungan dengan pelayanan antenatal, persalinan,
nifas dan perawatan bayi baru lahir yang diberikan di semua fasilitas
kesehatan, dari posyandu sampai rumah sakit pemerintah maupun fasilitas
kesehatan swasta.
Pelayanan
antenatal merupakan pelayanan kesehatan oleh tenaga kesehatan profesional
(dokter spesialis kandungan dan kebidanan, dokter umum, bidan dan perawat)
seperti pengukuran berat badan dan tekanan darah, pemeriksaan tinggi fundus
uteri, imunisasi Tetanus Toxoid (TT) serta pemberian tablet besi kepada ibu
hamil selama masa kehamilannya sesuai pedoman pelayanan antenatal yang ada dengan
titik berat pada kegiatan promotif dan preventif. Hasil pelayanan antenatal
dapat dilihat dari cakupan pelayanan ibu hamil K1 dan K4.
b. Pertolongan persalinan oleh tenaga
kesehatan dengan kompetensi Kebidanan
Komplikasi
dan kematian ibu maternal serta bayi baru lahir sebagian besar terjadi pada
masa di sekitar persalinan. Hal ini antara lain disebabkan pertolongan tidak
dilakukan oleh tenaga kesehatan yang mempunyai kompetensi kebidanan
(profesional). Cakupan pertolongan persalinan oleh tenaga kesehatan sebesar
70,62 % - 77,21 %.
c. Deteksi Resiko, Rujukan Kasus Resti
dan Penanganan Komplikasi
Kegiatan
deteksi dini dan penanganan ibu hamil berisiko/komplikasi kebidanan perlu lebih
ditingkatkan baik di fasilitas pelayanan KIA maupun di masyarakat. Deteksi
risiko oleh tenaga kesehatan pada tahun 2007 sebesar 46,17% sedangkan deteksi
risiko oleh masyarakat (kader, tokoh masyarakat,dll) sebesar 22,08%.
Resti
komplikasi adalah keadaan penyimpangan dari normal yang secara langsung
menyebabkan kesakitan dan kematian ibu maupun bayi. Resti/komplikasi kebidanan
meliputi Hb <> 140 mmHg, diastole > 90 mmHg). Oedeme nyata,
ekslampsia, perdarahan pervaginam, ketuban pecah dini, letak lintang pada usia
kehamilan > 32 minggu, letak sungsang pada primigravida, infeksi berat/sepsis,
persalinan prematur.
d. Kunjungan Neonatus (KN1 dan KN2)
Bayi
hingga usia kurang satu bulan merupakan golongan umur yang memiliki risiko
gangguan kesehatan paling tinggi. Upaya kesehatan yang dilakukan untuk
mengurangi risiko tersebut antara lain dengan melakukan pertolongan persalinan
oleh tenaga kesehatan dan pelayanan kesehatan pada neonatus (0-28hari) minimal
dua kali, satu kali pada umur 0-7 hari (KN1) dan satu lagi pada umur 8-28 hari
(KN2).
Dalam
melaksanakan pelayanan neonatus, petugas kesehatan disamping melakukan
pemeriksaan kesehatan bayi juga melakukan konseling perawatan bayi pada ibu.
Pelayanan tersebut meliputi pelayanan kesehatan neonatal dasar (tindakan
resusitasi, pencegahan hipotermia, pemberian ASI dini dan eksklusif, pencegahan
infeksi berupa perawatan mata, tali pusat, kulit dan pemberian imunisasi); pemberian
vitamin K; manajemen terpadu balita muda (MTBM); penyuluhan perawatan neonatus
di rumah menggunakan buku KIA. Cakupan kunjungan neonatal (KN2) pada tahun 2007
sebesar 77,16%.
2. Pelayanan Keluarga Berencana (KB)
Masa
subur seorang wanita memiliki peranan penting bagi terjadinya kehamilan
sehingga peluang wanita melahirkan menjadi cukup tinggi. Menurut hasil
penelitian, usia subur seorang wanita terjadi antara usia 15-49 tahun. Oleh karena
itu untuk mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran, wanita/
pasangan lebih diprioritaskan untuk menggunakan alat/cara KB.
Berdasarkan
Survei Sosial Ekonomi Nasional tahun 2007, persentase wanita berumur 10 tahun
keatas yang pernah kawin dengan jumlah anak yang dilahirkan hidup terbesar
adalah 2 orang (23,02%), 1orang (19,52%) dan 3 orang (17,11%). Sedangkan
rata-rata jumlah anak lahir hidup per wanita usia 15-19 tahun adalah 1,79 untuk
daerah perkotaan dan 1,98 di pedesaan.
3. Pelayanan Imunisasi
Kegiatan
imunisasi rutin meliputi pemberian imunisasi untuk bayi 0-1 tahun (BCG,DPT,
Campak, Polio, HB), imunisasi untuk wanita usia subur/ibu hamil TT dan
imunisasi untuk anak SD (kelas 1; DT dan kelas 2-3; TT), sedangkan kegiatan
imunisasi tambahan dilakukan atas dasar ditemukannya masalah seperti desa non
UCI, potensial/resti KLB, ditemukan/diduga adanya virus polio liar atau
kegiatan lainnya berdasarkan kebijakan teknis.
Pencapaian
UCI pada dasarnya merupakan proksi terhadap cakupan atas imunisasi secara
lengkap pada kelompok bayi. Bila cakupan UCI dikaitkan dengan batasan suatu
wilayah tertentu, berarti eilayah tersebut tergambarkan besarnya tingkat
kekebalan masyarakat atau bayi (herd immunity) terhadap penularan penyakit yang
dapat dicegah dengan imunisasi (PD31). Dalam hal ini pemerintah menargetkan
pencapaian UCI pada wilayah administrasi desa dan kelurahan. Pencapaian UCI
pada tahun 2007 sebesar 71,18 % dengan target nasional UCI 80%.
Program-program kebijakan pemerintah terhadap kesehatan
ibu dan anak di Indonesia yang sedang berlangsung diantara meliputi:
•
Perawatan Penyakit Anak yang Terpadu (IMCI)
•
Rencana Kesehatan Remaja Nasional
•
kebijakan dan rencana untuk mencegah malaria dalam kehamilan
dan malaria bawaan, penularan vertikal HIV dan syphilis dalam kehamilan
•
Making Pregnancy Safer
•
Peningkatan kesadaran akan HIV/AIDS
Salah satu ukuran untuk
menggambarkan pencapaian hasil pembangunan suatu negara termasuk pembangunan
bidang kesehatan digunakan indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM). Beberapa
indikator IPM adalah kesehatan, pendidikan dan ekonomi. Salah satu indikator
kesehatan adalah umur harapan hidup sebagai ukuran pencapaian derajat kesehatan
masyarakat. IPM negara Indonesia berada di peringkat 108 dari 177 negara di
dunia, lebih rendah dari negara-negara ASEAN seperti Singapura, Malaysia,
Brunei Darussalam dan Thailand.
Komposisi penduduk Indonesia menurut
kelompok umur, menunjukkan bahwa penduduk yag berusia muda (0-14 tahun) sebesar
29,30%, usia produktif (15-64 tahun) sebesar 65,05 % dan usia lanjut (> 65
tahun) sebesar 5,65%. Dengan beban Tanggungan (Dependency Ratio) penduduk
Indonesia pada tahun 2007 sebesar 53,73 %. Angka ini mengalami kenaikan
dibandingkan tahun 2006 sebesar 49,90%.
Angka kematian Ibu/maternal bersama
dengan Angka kematian Bayi senantiasa menjadi indikator keberhasilan sektor
pembangunan kesehatan . AKI mengacu kepada jumlah kematian ibu yang terkait
dengan masa kehamilan, persalinan dan nifas. Hasil survei Demografi dan
Kesehatan Indonesia Tahun 2007 menyebutkan bahwa AKI tahun 2007 sebesar 228 per
100.000 kelahiran hidup. Angka ini dibandingkan AKI tahun 2002 sebesar 307 per
100.000 kelahiran hidup.
Angka kematian Bayi di Indonesia
sebesar 34 per 1000 kelahiran hidup (BPS,2007). Angka ini sedikit menurun
dibandingan dengan AKB tahun 2003 sebesar 35 per 1000 kelahiran hidup.
Program-programnya adalah penurunan AKB merujuk kepada jumlah bayi yang
meninggal pada fase antara kelahiran hingga bayi belum mencapai umur 1 tahun
per 1000 kelahiran hidup. Angka kematian Balita (AKABA) menggambarkan peluang
untuk meninggal pada fase antara kelahiran dan sebelum umur 5 tahun. AKABA di
Indonesia sebesar 44 per 1000 kelahiran hidup (BPS,2007)
Situasi penyakit menular yang
menimbulkan kesakitan pada Maternal, bayi dan anak yaitu Malaria, TB-Paru,
HIV/AIDS, Infeksi Saluran Pernafasan Akut (ISPA), Kusta, Penyakit Menular yang
dapat dicegah dengan imunisasi (PD3I), penyakit potensial wabah, Rabies,
Filariasis, Frambusia dan Antraks.
E.
Kesehatan Wanita dan Anak :
Kesehatan wanita bertujuan untuk
memberikan kesejahteraan. Salah satu pencegahan kesakitan pada wanita meliputi
skrining dan diagnosis melalui manajemen pencegahan yang memahami bahwa wanita
merupakan manusia yang unik. Dalam manajemen pencegahan ini meliputi
identifikasi insidensi umum, tingkat keparahan dan faktor resiko.
Alasan mengapa
kesehatan wanita menjadi penting adalah bahwa populasi wanita di dunia pada
umumnya akan lebih banyak dibandingkan populasi laki-laki. Hal ini dikarenakan
bahwa ekpektansi usia harapan hidup wanita lebih panjang dibandingkan usia
harapan hidup laki-laki (familiar paradox). Umur Harapan Hidup (UHH) juga digunakan
untuk menilai derajat kesehatan dan kualitas hidup masyarakat baik tingkat
kabupaten/kota, provinsi, maupun negara. UHH penduduk Indonesia sebesar 69,09
tahun (BPS,2007)
Kesehatan wanita dalam siklus kehidupan
dipengaruhi oleh faktor biologi, budaya, perilaku dan sosial. Mortalitas dan
morbiditas pada wanita lebih banyak dipengaruhi oleh faktor biologi. Salah satu
peran faktor biologi adalah hormon. Dalam siklus kehidupan dan reproduksi peran
hormon tersebut mempengaruhi kondisi kesehatan wanita. Wanita dalam masa usia
reproduksi yaitu usia 15 - 45 tahun dari pubertas sampai menopouse tidak
terlepas dari peran hormon estrogen. Hormon estrogen ini akan mengalami
penurunan sejalan dengan bertambahnya usia. Dampak dari penurunan hormon ini
mempengaruhi kesehatan wanita. Selain faktor biologi terdapat faktor Faktor
confounding yaitu kesehatan fisik, genetik, paparan lingkungan, diet dan akses
kepada pelayanan kesehatan.
Kesehatan anak merupakan bagian yang
tidak terpisahkan dari kesehatan wanita. Salah satu indikator kesehatan umum
dan kesejahteraan suatu masyarakat adalah angka kematian dan kesakitan pada
bayi/anak. Keadaan ini juga memberi dampak pada kesakitan dan kematian pada
ibu/wanita. Sebagai contoh karena suatu proses persalinan lama menyebabkan cedera
jalan lahir sehingga menimbulkan penurunan kesehatan ibu dan atau bayi. Keadaan
malformasi kongenital dan target aborsi oleh karena seleksi jenis kelamin
menyebabkan kematian pada ibu dan bayi.
Kesakitan dan kematian ibu dan anak
dapat terjadi dalam setiap tahap pertumbuhan dan perkembangan dari masa bayi
sampai dengan masa usia lanjut. Faktor biologi dan diskriminasi gender menjadi
faktor penyebab. Berikut ini adalah permasalahan kesehatan ibu dan anak dalam
tahap pertumbuhan dan perkembangan:
1. Pada masa infant :
•
Bayi laki-laki lebih banyak yang dilahirkan dibandingkan
dengan wanita karena adanya seleksi jenis kelamin dan tidak adekuatnya
pelaporan dari regristrasi kelahiran.
•
Kematian pada masa infant memiliki resiko pada minggu
pertama oleh karena
–
Komplikasi kehamilan
–
Premature
–
BBLR
–
Tidak adekuat prenatal care
•
Faktor penyebab tidak langsung kesakitan dan kematian pada
Infant adalah kemiskinan, tidak adekuat dukungan sosial dan kurang akses ke
pelayanan kesehatan.
2. Masa Childhood:
•
Resiko kematian 2 kali pada anak usia 1-4 tahun dibandingkan
usia 5-14 tahun
•
Adanya perlakuan giskriminasi gender sebagai contoh bayi
wanita lebih cepat disapih sehingga mempunyai resiko kontaminasi makanan,
resiko kekurangan nutrisi, kurang akses ke pelayanan kesehatan dan pengobatan.
•
Resiko morbiditas dan mortalitas karena kondisi Infeksi,
terserang Parasit ISPA, kelainan kongenital, cedera dan keracunan.
•
Anak dapat menjadi target dari:
–
Violence
–
Abuse
–
Neglect
3. Masa Remaja
Merupakan turbulance stage dalam
siklus kehidupan karena pada masa remaja terjadi perubahan fisiologis,
psikologis dan sosial. Perubahan yang terjadi dipengaruhi proses adapatasi dari
peran hormon. Resiko morbiditas dan mortalitas oleh perilaku seperti cedera dan
keracunan.
Morbiditas disebabkan oleh:
Morbiditas disebabkan oleh:
–
STD
–
HIV/AIDS
•
Peran penting dari faktor sosial yaitu ekspektasi peran
gender pada remaja :
•
Laki-laki dengan gambaran fisik tinggi dan atletis;
•
Wanita dengan gambaran kurus, langsing berresiko kurang
gizi, anoreksia, bulimia;
•
Target konsumen seperti rokok, obat-obatan, alkohol, sport
(motor, mobil).
4. Masa Dewasa :
•
Peran sosial baru, dan tanggungjawab sosial
•
Muncul Isu-isu reproduksi manusia, perkawinan dan karier
5. Masa Transisi manula :
•
Perimenopouse dan menopouse
•
Perubahan endokrin yang menimbulkan gejala rasa panas pada
wajah, atropy vagina, penambahan berat badan, insomnia, perubahan mood dan
depresi
•
Resiko osteoporosis dan penyakit jantung
•
Therapy sulih hormon (Human Replacement Therapy)
6. Menoupouse :
•
Reaksi obat
•
Ketidakseimbangan fungsi kognitif dan motorik
•
Insomnia
•
Gangguan afektif
•
Resiko bunuh diri
Dalam
konteks kesehatan wanita dalam kesehatan reproduksi terdapat permasalahan
kesehatan wanita sepanjang siklus kehidupan :
Infant dan
masa anak-anak ( 0-9 tahun)
–
Seleksi jenis kelamin
–
Sunat wanita
–
Diskriminasi dalam nutrisi
–
Diskriminasi dalam pelayanan kesehatan
Remaja
(10-19 tahun)
–
Memilliki anak (Early childbearing)
–
Aborsi
–
PMS dan AIDS
–
Defisiensi mikronutrien dan kekurangan gizi
–
Peningkatan trend penyalahgunaan obat
Usia
reproduktif
–
Unplanned pregnancy
–
Penyakit menular seksual (STDs) dan AIDS
–
Aborsi
–
Komplikasi kehamilan
–
Malnutrisi khususnya defisiensi Fe
Post
reproduksi
–
Penyakit kardiovaskuler
–
Kanker gynaecology
–
Osteoporosis
–
Osteoartritis
–
Diabetes mellitus
Dari
seluruh permasalahan kesehatan dalam rentang kehidupan faktor kekerasan
berbasis gender, paparan masalah kesehatan dan lingkungan kerja dan depresi
merupakan faktor penyebab yang secara tidak langsung mempengaruhi kesehatan dan
reproduksi wanita.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesehatan Anak
1.
Faktor Kesehatan
Faktor kesehatan ini
merupakan faktor utama yang dapat menentukan status kesehatan anak secara umum.
Faktor ini ditentukan oleh status kesehatan anak itu sendiri, status gizi, dan
kondisi sanitasi.
2.
Faktor Kebudayaan
Pengaruh budaya juga
sangat menentukan status kesehatan anak, dimanater dapat keterkaitan secara
langsung antara budaya dan pengetahuan budaya dimasyarakat dapat juga
menimbulkan penurunan kesehatan anak, misalnya terdapat beberapa budaya di masyarakat
yang dianggap baik oleh masyarakat padahal budaya tersebut justru menurunkan
kesehatan anak.
3.
Faktor Keluarga
Faktor keluarga dapat
menentukan keberhasilan perbaikan status kesehatan anak. Pengaruh keluarga pada
masa pertumbuhan dan perkembangan anak sangant besar melalui pola hubungan anak
dan keluarga serta nilai-nilai yang di tanamkan.
B.
Saran
Diharapkan
kepada dosen pembimbing agar lebih banyak memberikan materi, khususnya yang
berhubungan dengan kesehatan Ibu dan anak. Karena akan menjadi bahan pengetahuan
yang sangat berguna ketika mahasiswa terjun ke lapangan.
Daftar Pustaka
Behrman, R.E. 2000. IlmuKesehatan Anak Nelson.Volume
1. Diterjemahkan oleh A. Samik Wahab.Jakarta : EGC.
Sumber: http://gayahidupsehat.org/faktor-yang-mempengaruhi-tumbuh-kembang-anak/#ixzz1sLSm0PeF
Central
Bureau of Statistics et al 1995 Indonesia DemograQhic and health Survey
Departemen
Kesehatan R.I 1994 Profil Kesehatan Indonesia 1994, Pusat Data Kesehatan, Jakarta
Foster,
George M dan Barbara G. Anderson 1986 Antropologi Kesehatan, diterjemahkan oleh
Meutia F. Swasono dan Prijanti Pakan. Jakarta: UI Press
Iskandar,
Meiwita B., et al 1996 Mengungkap Misteri Kematian Ibu di Jawa Barat, Depok,
Pusat Penelitian Kesehatan Lembaga Penelitian, Universitas Indonesia.
Kalangi,
Nico S 1994 Kebudayaan dan Kesehatan, Jakarta: Megapoin.
Koentjaraningrat
dan A.A Loedin 1985 llmu-ilmu sosial dalam Pembangunan Kesehatan, Jakarta: PT
Gramedia.
Raharjo,
Yulfita dan Lorraine Comer 1990 "Cultur Attitudes to health and sickness
in public Health programs: a demand-creation approach using data from West
Aceh, Indonesia",Health Transition: The Cultural. Social and Behavioral
determinants of Health, volume 11. Disunting oleh John C. Caldwell, et al.,
Canberra: Health Transition Centre.
Reddy,
P.H. 1990 "Dietary practices during pregnancy, lactation and infaancy :
Implications for Health", Health Transition : The Culture. Social and
Behavioral determinants of Health, volume II. Disunting oleh John C. Caldwell,
et al., Canberra: Health Transition Centre.
Wibowo,
Adik 1993 Kesehatan Ibu di Indonesia: Status "Praesens" dan Masalah
yang dihadapi di lapangan. Makalah yang dibawakan pada Seminar "Wanita dan
Kesehatan", Pusat Kaajian Wanita FISIP UI, di Jakarta
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
KESEHATAN IBU DAN ANAK
|
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. i
DAFTAR ISI ................................................................................................. ii
BAB I....... PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang ...................................................................... 1
B.
Tujuan .................................................................................... 2
BAB II...... PEMBAHASAN
A. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Ibu dan Anak 3
B. Faktor Yang Mempengaruhi Tumbuh Kembang Anak ......... 12
C.
Program dan kebijakan
pemerintah tentang Kesehatan Ibu dan Anak di Indonesia 13
E. Kesehatan
Wanita dan Anak
................................................. 17
BAB III.... PENUTUP
A.
Kesimpulan
........................................................................... 22
B.
Saran ...................................................................................... 22
Daftar Pustaka
|
Merit Casino: Bitcoin Slots to play at a legal casino
ReplyDeleteIf you are wondering how you can benefit from Bitcoin casino 메리트카지노 without risking any real money, you could win from the game of chance.