KATA
PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah memberikan karunia-Nya
sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Makalah ini membahas tentang
“ASUHAN IBU BERSALIN KALA III” agar mahasiswa dapat memahaminya.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu mata kuliah Askeb
II Kebidanan yang telah membimbing kami dalam penyusunan makalah ini. Kami
menyadari bahwa makalah ini masih belum sempurna, oleh karena itu kami
mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi perbaikan pembuatan makalah
selanjutnya.
Semoga makalah ini dapat memberikan wawasan yang lebih luas kepada
pembaca. Akhir kata, kami mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang
telah berperan serta dalam penyusunan makalah ini. Semoga Tuhan Yang Maha Esa
senantiasa memberikan kelancaran dan kemudahan bagi kita semua.
Sukabumi, Oktober 2017
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL....................................................................................... i
KATA
PENGANTAR..................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang..................................................................................... 1
B.
Rumusan Masalah................................................................................. 1
C.
Tujuan Penulisan................................................................................... 2
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Manajemen Aktif
Kala III...................................................... 3
B.
Fisiologi Kala III................................................................................. 3
C.
Manajemen Aktif Kala III.................................................................... 7
D.
Pemeriksaan pada kala III................................................................... 7
E.
Pemantauan kala III............................................................................ 8
F.
Kebutuhan ibu pada Kala III.............................................................. 12
G.
Praktek manajemen aktif kala III........................................................ 13
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan........................................................................................... 15
B.
Saran..................................................................................................... 15
DAFTAR
PUSTAKA...................................................................................... 16
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Persalinan merupakan hal yang paling ditunggu-tunggu oleh para
ibu hamil, sebuah waktu yang menyenangkan namun di sisi lain merupakan hal yang
paling mendebarkan. Persalinan terasa akan menyenangkan karena si kecil yang
selama sembilan bulan bersembunyi di dalam perut anda akan muncul terlahir ke
dunia. Di sisi lain persalinan juga menjadi mendebarkan khususnya bagi calon
ibu baru, dimana terbayang proses persalinan yang menyakitkan, mengeluarkan
energi yang begitu banyak, dan sebuah perjuangan yang cukup melelahkan.
Ada baiknya
para calon ibu mengetahui proses atau tahapan persalinan seperti apa, sehingga
para calon ibu dapat mempersiapkan segala halnya guna menghadapi proses
persalinannya.
Proses
persalinan terbagi ke dalam empat tahap, yaitu :
1.
Kala I; Tahap Pembukaan
2.
Kala II; Tahap Pengeluaran
Bayi
3.
Kala III; Tahap Pengeluaran Plasenta
4.
Kala IV; Tahap Pengawasan
Pada makalah ini kami hanya membahas tentang kala III yakni tahap
pengeruaran plasenta.
B. Rumusan
Masalah
1.
Apa Definisi
Manajemen Aktif Kala III?
2.
Apa fisiologi Kala III?
3.
Bagaimana Manajemen Aktif Kala III?
4.
Bagaimana pemeriksaan pada kala III?
5.
Bagaimana pemantauan kala III?
6.
Bagaimana kebutuhan ibu pada Kala III?
7.
Bagaimana praktek manajemen aktif kala III?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk
Mengetahui Definisi Manajemen Aktif Kala III?
2.
Untuk
Mengetahui fisiologi Kala III?
3.
Untuk
Mengetahui Manajemen Aktif Kala III?
4.
Untuk
Mengetahui pemeriksaan pada kala III?
5.
Untuk
Mengetahui pemantauan kala III?
6.
Untuk
Mengetahui kebutuhan ibu pada Kala III?
7.
Untuk
Mengetahui praktek manajemen aktif kala III?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Manajemen Aktif Kala III
Kala III dimulai sejak bayi lahir sampai lahirnya plasenta/uri. Rata-rata
lama kala III berkisar 15-30 menit, baik pada primipara maupun multipara.
Risiko perdarahan meningkat apabila kala tiga lebih dari 30 menit, terutama
antara 30-60 menit. (Sumarah, 2009)
Pentalaksanaan aktif didefinisikan sebagai pemberian oksitosin segera
setelah pelahiran bahu anterior, mengklem tali pusat, segera setelah pelahiran
bayi, dan menggunakan traksi tali pusat terkendali untuk pelahiran plasenta.
Penelitian selanjutnya mengonfirmasi kehilangan darah yang jauh lebih sedikit
pada penatalaksanaan aktif kala III, bahkan pada populasi yang beresiko rendah
mengalami perdarahan post-partum. (Varney, 2007)
Penelitian Prevention of Postpartum Hemorrhage Intervention-2006
tentang praktik menejemen aktif kala tiga (Active Managemen of Third Stage
of Labour/AMTSL) di 20 rumah Sakit di Indonesia menunjukkan bahwa hanya 30%
Rumah sakit melaksanakan hal tersebut. Hal ini sangat berbeda jika dibandingkan
dengan praktik menejemen aktif ditingkat pelayanan kesehatan primer (BPS atau
Rumah Bersalin) di daerah intervensi APN (Kabupaten Kuningan dan Cirebon)
dimana sekitar 70% melaksanakan manajemen aktif kala tiga bagi ibu-ibu bersalin
yang ditangani. Jika ingin menyelamatkan banyak ibu bersalin maka sudah
sewajarnya jika menejemen aktif kala tiga tidak hanya dilatihkankan tetapi juga
dipraktikkan dan menjadi standart asuhan persalinan. (APN, 2008)
B.
Fisiologi
Kala III
Dimulai segera setelah bayi sampai
lahirnya plasenta yang berlangsung tidak lebih dari 30 menit. Setelah bayi
lahir uterus teraba keras dengan fundus uteri agak diatas pusat beberapa menit
kemudian uterus berkontraksi lagi untuk melepaskan plasenta dari dindingnya.
Biasanya plasenta lepas dalam 6 menit – 15 menit setelah bayi lahir dan keluar
spontan atau dengan tekanan pada fundus uteri. Pengeluaran plasenta, disertai
dengan pengeluaran darah. Komplikasi yang dapat timbul pada kala II adalah
perdarahan akibat atonia uteri, ratensio plasenta, perlukaan jalan lahir, tanda
gejala tali pusat.
Tempat implantasi plasenta mengalami
pengerutan akibat pengosongan kavum uteri dan kontraksi lanjutan sehingga
plasenta dilepaskan dari perlekatannya dan pengumpulan darah pada ruang
utero-plasenter akan mendorong plasenta keluar.
Otot uterus (miometrium)
berkontraksi mengikuti penyusutan volume ronnga uterus setelah lahirnya bayi.
Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat perlekatan
plasenta karena tempat perlekatan menjadi semakin kecil, sedangkan ukuran
plasenta tidak berubah maka plasenta akan terlipat, menebal dan kemudian lepas,
plasenta akan turun ke bagian bawah uterus atau kedalam vagina (Depkes RI
2007).
Pada kala III, otot uterus
(miometrium) berkontraksi mengikuti penyusutan volume rongga uterus setelah
lahirnya bayi. Penyusutan ukuran ini menyebabkan berkurangnya ukuran tempat
perlekatan plasenta. Karena tempat perlekatan menjadi semkin kecil, sedangkan
ukuran plasenta tidak berubah maka pasenta akan terlipat, menebal dan kemudian
lepas dari dinding uterus. Setelah lepas, plasenta akan turun ke bagian bawah
uterus atau ke dalam vagina. Setelah janin lahir, uterus mengadakan kontraksi
yang mengakibatkan penciutan permukaan kavum uteri, tempat implantassi
plasenta. Akibatnya, plasenta akan lepas dari tempat implantasinya.
Keuntungan-keuntungan manajemenaktif kala III
Tujuan Manajemen Aktif Kala
III adalah untuk menghasilkan kontraksi uterus yang lebih efektif sehingga
dapat mempersingkat waktu, mencegah perdarahan dan mengurangi kehilangan darah
kala III persalinan jika dibandingkan dengan penatalaksanaan fisiologis.
Sebagian besar kasus kesakitan dan kematian ibu di Indonesia disebabkan oleh
perdarahan pascapersalinan dimana sebagian besar disebabkan oleh atonia uteri
dan retensio plasenta yang sebenarnya dapat dicegah dengan melakukan manajemen
aktif kala III. (APN, 2008)
Keuntungan-keuntungan Manajemen Aktif kala III:
a.
Persalinan
kala III yang lebih singkat
b.
Mengurangi
jumlah kehilangan darah
c.
Mengurangi
kejadian Retensio Plasenta
Cara-cara Pelepasan Plasenta :
a)
Metode
Ekspulsi Schultze
Pelepasan ini dapat dimulai dari tengah (sentral) atau
dari pinggir plasenta. Ditandai oleh makin panjang keluarnya tali pusat dari
vagina (tanda ini dikemukakan oleh Ahfled) tanpa adanya perdarahan per vaginam.
Lebih besar kemungkinannya terjadi pada plasenta yang melekat di fundus.
b)
Metode
Ekspulsi Matthew-Duncan
Ditandai oleh adanya perdarahan dari vagina apabila
plasenta mulai terlepas. Umumnya perdarahan tidak melebihi 400 ml. Bila lebih
hal ini patologik.Lebih besar kemungkinan pada implantasi lateral.
Apabila plasenta lahir, umumnya otot-otot uterus segera berkontraksi,
pembuluh-pembuluh darah akan terjepit, dan perdarahan segera berhenti. Pada
keadaan normal akan lahir spontan dalam waktu lebih kurang 6 menit setelah anak
lahir lengkap.
1. Tanda – tanda pelepasan plasenta.
Adapun
tanda – tanda pelepasan plasenta yaitu :
a.
Perubahan
bentuk dan tinggi fundus.
Setelah bayi lahir dan sebelum miometrium mulai berkontraksi,
uterus berbentuk bulat penuh dan tinggi fundus biasanya di bawah pusat. Setelah
uterus berkontraksi dan plasenta terdorong ke bawah, uterus berbentuk segitiga
atau seperti buah pear atau alpukat dan fundus berada di atas pusat.
Tali
pusat memanjang.
b.
Tali pusat terlihat menjulur keluar melalui vulva.
c.
Semburan
darah mendadak dan singkat.
Darah yang terkumpul di belakang plasenta akan
membantu mendorong plasenta keluar di bantu oleh gaya gravitasi. Apabila
kumpulan darah (retroplasental pooling) dalam ruang di antara dinding uterus
dan permukaan dalam plasenta melebihi kapasitas tampungnya maka darah tersembur
keluar dari tepi plasenta yang terlepas. Tanda ini kadang – kadang terlihat
dalam waktu satu menit setelah bayi lahir dan biasanya dalam 5 menit.
2.
Pengawasan Perdarahan
Empat prasat yang dapat dilakukan adalah sebagai
berikut
a.
Prasat Kustner
Tangan kanan meregangkan atau menarik sedikit tali
pusat. Tangan kiri menekan daerah di atas simfisis. Bila tali pusat ini masuk
kembali ke dalam vagina, berarti plasenta belum lepas dari dinding uterus. Bila
tetap atau tidak masuk kembali ke dalam vagina, berarti plasenta lepas dari
dinding uterus. Prasat ini hendaknya dilakukan secara hati-hati. Apabila hanya
sebagian plasenta terlepas, perdarahan banyak akan dapat terjadi.
b.
Prasat Strassman
Perasat ini dilakukan dengan mengetok-ngetok fundus
uterus dengan tangan kiri dan tangan kanan meregangkan tali pusat sambil
merasakan apakah ada getaran yang ditimbulkan dari gerakan tangan kiri, jika
terasa ada getaran berarti plasenta sudah lepas.
c.
Prasat Klien
Untuk melakukan perasat ini, minta pasien untuk
meneran, jika tali pusat tampak turun atau bertambah panjang berarti plasenta
telah lepas, begitu juga sebaliknya.
d.
Prasat Manuaba
Tangan kiri memegang uterus pada segmen bawah rahim,
sedangkan tangan kanan memegang dan mengencangkan tali pusat. Kedua tangan
ditarik berlawan.
C.
Manajemen
Aktif Kala III
Manajemen
aktif III: Mengupayakan kontraksi yang adekuat dari uterus dan
mempersingkat waktu kala III, mengurangi jumlah kehilangan darah, menurunkan
angka kejadian retensio plasenta.
Tiga langkah
utama manajemen aktif kala III:Pemberian
oksitosin/uterotonika segera mungkin, melakukan penegangan tali pusat
terkendali(PTT), Rangsangan taktil pada dinding uterus atau fundus uteri (Masase Fundus Uteri).
Penegangan
tali pusat terkendali: Berdiri disamping ibu, pindahkan jepitan semula
tali pusat ketitik 5-20 cm dari vulva dan pegang klem penjepit tersebut,
lrtakan telapak tangan ( alas dengan kain ) yang lain, pada segmen bawah rahim
atau diding uterus dan suprasimpisis, pada saat terjadi kontraksi, tegangkan
tali pusat sambil tekan tali uterus ke dorsokranial, ulangi kembali perasat ini
bila plasenta belum dapat dilahirkan ( jangan dilakukan pemaksaan).
D.
Pemeriksaan
Pada Kala III
Pemeriksaan Plasenta,Selaput Ketuban dan Tali Pusat
1.
Plasenta
Pastikan bahwa seluruh plasenta telah lahir lengkap
dengan memeriksa jumlah kotiledonnya (rata-rata 20 kotiledon). Periksa dengan
seksama pada bagian pinggir plasenta apakah kemungkinan masih ada hubungan
dengan plasenta lain (plasenta suksenturiata. Amati apakah ada bagian tertentu
yang seperti tertinggal atau tidak utuh, jika kemungkinan itu ada maka segera
lakukan eksplorasi untuk membersihkan sisa plasenta.
2.
Selaput Ketuban
Setelah plasenta lahir, periksa kelengkapan selaput
ketuban untuk memastikan tidak ada bagian yang tertinggal di dalam uterus.
Caranya dengan meletakkan plasenta di atas bagian yang datar dan pertemukan
setiap tepi selaput ketuban sambil mengamati apakah ada tanda-tanda robekan
dari tepi selaput ketuban.
Jika ditemukan kemungkinan ada bagian yang robek, maka
segera lakukan eksplorasi uterus untuk mengeluarkan sisa selaput ketuban karena
sisa selaput ketuban atau bagian plasenta yang tertinggal di dalam uterus akan
menyebabkan perdarahan dan infeksi.
3.
Tali Pusat
Setelah plasenta lahir, periksa mengenai data yang
berhubungan dengan tali pusat.
a.
Panjang tali pusat
b.
Bentuk tali pusat (besar,kecil, atau terpilin-piliin)
c.
Insersio tali pusat
d.
Jumlah vena dan arteri pada tali pusat
e.
Adakah lilitan tali pusat
E.
Pemantauan
Kala III
1.
Kontraksi
Pemantauan
kontraksi pada kala III dilakukan selama melakukan manajemen aktif kala III (
ketika Ptt), sampai dengan sesaat setelah plasenta lahir. Pemantauan kontraksi
dilanjutkan selama satu jam berikutnya dalam kala IV.
Penanganannya:
·
Memberikan oksitosin dengan segera
·
Lakukan penengan tali pusat ( PTT ) dengan cara: satu
tangan diletakan pada korpus uteri tepat diatas simfisis phubis. Selama
berkontraksi tangan mendorong korpus uteri dengan gerakan dorsol kranial tangga
yang satu memengang tali pusat dengan klem 5 - 6 cm di depan vulva jaga tahanan
ringan pada tali pusat dan tunggu adanya kontraksi kuat ( 2-3 menit) selama
kontraksi, lakukan tarikan terkendali pada tali pusat yang terus menerus dalam
tegangan yang sama dengan tangan uterus.
PTT dilakukan hanya selama uterus berkontraksi tangan
pada uterus merasakan kontraksi ibu dapat juga memebritahu petugas ketika iya
merasakan kontraksi ketika uterus sedang tidak berkontraksi tangan petugas
dapat tetap berada pada uterus tetapi bukan melakukan PTT. Ulangi
langkah-langkah PTT pada setiap kontraksi sampai plasenta terlepas.
·
Pemijatan uterus ketika plasenta lahir.
Setelah plasenta dan selaputnya dikeluarkan masase
fundus agar menimbulkan kontraksi untuk menggurangi pengeluaran darah mencegah
perdarahan.
2.
Robekan Jalan Lahir
Selama
melakukan PTT ketika tidak ada kontraksi, bidan melakukan pengkajian terhadap
robekan jalan lahir dan perinium. Pengkajian yang dilakukan seawal mungkin
sehingga bidan dapat segera menentukan derajat robekan dan teknik jahitan yang
tepat yang akan digunakan sesuai dengan kondisi pasien. Bidan memastikan jumlah
darah yang keluar adalah akibat robekan jalan lahir atau karena pelepasan
plasenta.
Robekan yang
terjadi bisa ringan ( lecet , laserasi), luka episiotomi, robekan perineum
spontan derajat ringan sampai ruptur perinei totalitas ( sfingter ani terputus)
robekan pada dinding vagina, forniks teri, serfviks, daerah sekitar klitoris
dan uretra dan bahkan terberat ruptura teri. Oleh karena itu, pada setiap
persalinan hendaklah dilakukan inspeksi yang teliti untuk mencari
kemungkinan adanya robekan ini. Perdarahan yang terajadi pada kontraksi
uterus baik, biasanya, karena adanya robekan atau sisanya plasenta.pemeriksaan
dapat dilakukan dengan cara melakukan inspeksi pada vulva, vagina, dan servis,
dengan memakai spekulum untuk mencari sumber perdarahan dengan irik warna darah
yang merah segar dan pulsatif sesuai dengan denyut nadi. Perdarahan karena
ruptura teri dapat diduga pada persalina macet atau Asep, atau uterus dengan
lokus minoris resisntensia dan adanya atonia uteri dan tanda cairan bebas
intraabdominal. Semua sumber perdarahan terbuka harus diklem, diikat, dan luka
ditutup dengan jahitan cat- gut lapis demi lapis sampai
perdarahan berhenti.
Teknik
pejahitan memerlukan asisten, anestesi lokal, penerangan lampu yang cukup
serta spekulum dan memperhatikan kedalaman luka. Bila penderita kesakitan
dan tidak kooperatif, perlu mengundang sejawat anestesi untuk ketenangan dan
keamanan saat melakukan homeostasis.
3.
Robekan perinium
Robekan perinium di bagi atas 4 tingkat :
·
Tingkat 1 : robekan terjadi hanya pada selaput lendir
vagina dengan atau tanpa mengenai kulit perinium.
·
Tingkat 2 : robekan mengenai selaput lendir vagina dan
otot perinei transversalis, tetapi tidak mengenai sfingter ani.
·
Tingkat 3 : robekan menganai perinium dengan otot
sfingter ani.
·
Tingkat 4 : robekan mengenai perinium sampai dengan
otot sfingter ani dan mukosa rectum.
Robekan perineum yang melebihi
derajat 1 harus di jahit dengan penderita berbaring secara litotomi
dilakukan pembersihan luka dengan cairan anti septic dan luas robekan
ditentukan dengan seksama.
Pada derajat 2, setelah diberi
anastesi local otot-otot diafragma urogenetalis dihubungkan digaris tengah
dengan jahitan dan kemudian luka pada vagina dan kulit perineum ditutup dengan
mengikutsertakan jaringan dibawahnya.
Pada derajat 3 dilakukan
dengan teliti : dinding depan rectum yang robek dijahit, kemudian fasia
prarektal ditutup, dan muskulus sfingter ani eksternus yang robek dijahit.
Lakukan penutupan robekan.
Sedangkan pada derajat 4 dilakukan rujukan.
Tingkat episotomi menurut
Manuaba (2007) antara lain :
Tingkat
episiotomy
|
Jaringan
terkena
|
Keterangan
|
Pertama
|
· Fourchette
· Kulit perineum
· Mukosa vagina
|
· Mungkin tidak perlu
dijahit
· Menutup sendiri
|
Kedua
|
· Fascia + muskulus badan
perineum
|
· Perlu dijahit
|
Ketiga
|
· Ditambah dengan sfincter
ani
|
· Harus dijahit legeartis
sehingga tidak menimbulkan inkontinensia
|
Keempat
|
· Ditambah dengan mukosa
rektum
|
· Teknik menjahit khusus
sehingga tidak menimbulkan fistula
|
4.
Tanda –tanda vital dan Hygiene
Tanda vital ibu diperiksa :
2 sampai 3 kali dalam 10 menit pertama, setiap 15
menit pada satu jam pertama, setiap 20 sampai 30 menit pada jam ke dua.
Hygiene :
Menjaga kebersihan tubuh pasien terutama didaerah
Genetalia sangat penting dilakukan untuk menggurangi kemungkinan kontaminasi
terhadap luka robekan jalan lahir dan kemungkinan infeksi intrauterus.
Pada kala III kondisi pasien sangat kotor akibat pengeluaran air ketuban,
darah, atau feces saat proses kelahiran janin. Setelah plasenta lahir lengkap
dan dipastikan tidak ada perdarahan, segera keringkan bagian bawah pasien dari
air ketuban dan darah. Pasang pengalas bokong yang sekaligus berfungsi sebagai
penampung dara ( underped) jika memang dipertimbangkan untuk menampung darah
yang keluar untuk kepentingan penghitungan volume darah, maka pasang bengkok
dibawah bokong pasien.
F.
Kebutuhan
Ibu Pada Kala III
Sebaiknya ibu dan bayi tetap di pantau oleh bidan, sampai dipastikan ibu
dan bayi aman. Kebanyakan ibu merasa tidak nyaman ingin segera melakukan
keberihan diri. Terutama jika ibu berada di rumah. Ibu sebainya dianjurkan
untuk megosongkan kandung kemih, sebab kandung kemih yang penuh akan
menghalangi kontraksi uterus. Anjukrkan ibu untuk makan dan minum
Pada saat yang sama bidan harus memeriksa keadaan umum bayi. Sebagian besar
ibu ingin menyusui bayi, memeluknya segera setelah lahir, hal ini sangat berguna
untuk merangsang konteraksi uterus. Selain itu ibu biasa ingin ditemani oleh
suaminya atau keluarganya. Oleh karena itu bidan harus mengizinkannya untuk
bersama-sama.
Segera setelah bayi lahir, bayi diletakkan di perut ibu untuk dikeringkan
tubuhnya kecuali kedua telapak tangan, selanjutnya bayi akan diselimuti dan
diletakkan di dada ibu untuk selanjutnya berusaha mencari puting susu. Selama
kala III ibu sangat membutuhkan kontak kulit dengan bayi, dengan IMD maa kontak
kulit yang terjalin dapat memberikan ketenangan tersendiri pada ibu, selain itu
manfaat IMD lainnya adalah menjaga suhu tubuh bayi tetap hangat, dan dapat
membantu kontraksi uterus melalui tendangan-tendangan lembut dari kaki bayi.
Asuhan yang dapat dilakukan pada ibu adalah :
1.
Memberian kesempatan pada ibu untuk memeluk bayinya
dan menyusui segera.
2.
Memberitahu setiap tindakan yang dapat dilakukan.
3.
Pencegahan infesi pada kala III.
4.
Memantau keadaan ibu (TTV, kontraksi dan pendarahan).
5.
Melakukan kolaborasi atau rujukan bila terjadi kegawat
daruratan.
6.
Pemenuhan kebutuhan nutrisi dan hidrasi..
7.
Memberikan motifasi dan pendampingan kala III
G.
Dokumentasi
Manajemen Kala III
Manajemen Kebidanan Kala III Menurut
7 Langkah Varney
PENGKAJIAN
1.
Data Subjektif
a.
Pasien mengatakan bahwa bayinya telah lahir
b.
Pasien mengatakan bahwa ia merasa mulas dan ingin
meneran
c.
Pasien mengatakan bahwa plasenta belum lahir.
2.
Data Objektif
a.
Jam bayi lahir spontan
b.
Perdarahan vagina
c.
TFU
d.
Kontraksi uterus: itensitasnya ( kuat, sedang, lemah,
atau tidak ada ) selama 15 menit pertama.
INTERPRETASI
DATA
Pastikan
bahwa saat ini pasien berada pada kala III beserta kondisi normalnya dan
mengkaji adanya diagnosis masalah atau tidak.
DIAGNOSIS
POTENSIAL
Pada langkah
ini bidan memprediksi apakah kondisi pasien sebelumnya mempunyai potensi untuk
meningkat ke arah kondisi yang semakin buruk.
ANTISIPASI
TINDAKAN SEGERA
Dilakukan
jika ditemuka diagnosis potensial
PERENCANAAN
1.
Berikan pujian
kepada pasien atas keberhasilannya dalam melahirkan janinnya
2.
Lakukan manajemen aktif kala III
3.
Pantau kontraksi uterus
4.
Beri dukungan
metal pada pasien
5.
Berikan informasi mengenai apa yang harus dilakukan
oleh pasien dan pendamping agar pres pelahiran plasenta lancar.
6.
Jaga kenyamanan
pasien dengan menjaga kebersihan tubuh bagian bawah ( perinium)
EVALUASI
Menggambarkan
hasil pengamatan terhadap keefektifan asuhan yang diberikan. data yang
tertulis pada tahap ini merupakan data fokus untuk kala berikutnya yang
mencakup data subjektif dan objektif.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari pembahasan di atas dapat disimpulkan bahwa Manajemen Aktif Kala III
adalah pemberian oksitosin segera setelah pelahiran bahu anterior, mengklem
tali pusat, segera setelah pelahiran bayi, dan menggunakan traksi tali pusat
terkendali untuk pelahiran plasenta.
Keuntungan-keuntungan Manajemen Aktif kala III:
a.
Persalinan
kala III yang lebih singkat
b.
Mengurangi
jumlah kehilangan darah
c.
Mengurangi
kejadian Retensio Plasenta
d.
Manajemen
aktif kala III terdiri dari 3 langkah utama:
e.
Pemberian
suntikan oksitosin dalam 1 menit pertama setelah bayi lahir
f.
Melakukan
penegangan tali pusat terkendali
g.
Masase
Fundus Uteri.
Dalam melaksanakan Manajemen
Aktif kala III terdapat beberapa kekeliruan ataupun kesalahan tindakan yang
mungkin dilakukan oleh bidan. Pemeriksaan plasenta meliputi selaput ketuban,
bagian plasenta dan tali pusat.
B.
Saran
Seluruh tenaga penolong persalinan (bidan, dokter) diharapkan dapat
melakukan Manajemen Aktif kala III pada setiap asuhan poersalinan normal
sebagai upaya percepatran penurunan angka kemnatian ibu di Indonesia. Dalam
melaksanakan Manajemen Aktif kala III bidan harus memperhatikan setiap tindakan
agar tidak terjadi kekeliruan ataupun kesalahan yang dapat membahayakan
keselamatan ibu. Setiap tindakan juga harus disesuaikan dengan ketentuan yang
berlaku sehingga perdarahan postpartum dapat dikurangi. Pemeriksaan plasenta
juga perlu dilakukan diantaranya dengan memeriksa selaput ketuban, bagian plasenta,
dan tali pusat.
DAFTAR
PUSTAKA
Buku asuhan kebidanan pada ibu
bersalin penerbit Salemba Medika hal 165
Ilmu kebidanan Sarwono Prawihardjo
hal 526, 2012
Buku panduan praktis pelayanan
kesehatan maternal dan neonatal, 2011 hal N-19
IBI, hal 463. Buku acuan nasional
pelayanan kesehatan maternal dan neonatal hal 43
Sumarah, Widyastuti Yani, Wiyati Nining, (2008).Perawatan Ibu
Bersalin(Asuhan Kebidanan Pada Ibu
Bersalin), Fitramaya.Yogyakarta.
Comments
Post a Comment